Apa itu KKN ?

Pengertian Korupsi (KKN) 

1.Pengertian Korupsi (KKN)
     Setiap orang punya pengertian yang berbeda-beda tentang korupsi. Pengertian seseorang tentang korupsi tergantung pada latar belakang serta kepentingannya. Seorang dosen akan berbeda dengan jaksa dalam menerjemahkan korupsi. Demikian pula seorang petani dengan hakim atau organisasi nonpemerintah dengan para penguasa. Berikut pengertian korupsi berdasarkan bahasa, undang-undang, akademisi, masyarakat, organisasi nonpemerintah, serta agama Islam :


Bahasa

Korupsi berasal dari kata Latin corrumpere. Kata tersebut perpaduan dari kata com (bersama-sama) dan rumpere (pecah atau jebol). Di Eropa, dalam bahasa Inggris, kata corrumpere berubah menjadi corrupt (busuk, buruk, bejat, membusukkan, menyuap, menjadi busuk, buruk, dan mudah disuap). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi berarti penyelewengan atau penggelapan (uang negara, perusahaan, dll) untuk kepentingan pribadi atau orang lain. Dari ketiga bahasa tersebut, korupsi dapat diartikan sebagai suatu perubahan dari baik menjadi tak baik.

Undang-Undang

Ada tiga undang-undang tentang korupsi yang digunakan di negara kita saat ini, yakni Undang-Undang No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Undang-Undang No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.31 Tahun 1999.

Dalam UU No.20 Tahun 2001, aparat hukum menggunakan UU No.3 Tahun 1971 jika dugaan tindak pidana korupsinya terjadi sebelum berlakunya UU No.31 Tahun 1999. Sedangkan seseorang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi setelah berlakunya UU No.31 Tahun 1999 atau mulai tanggal 16 Agustus 1999 hingga kini, maka aparat hukum akan memeriksa dan memutuskan sanksinya sesuai .UU No.31 Tahun 1999.

Berdasarkan UU No.3 Tahun 1971, mereka yang dapat dihukum karena tindak pidana korupsi:
a. Pasal 1, ayat (1), butir a
Barangsiapa dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu badan, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara dan atau perekonomian negara atau diketahui atau patut disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
b. Pasal 1, ayat (1), butir b
Barangsiapa dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan, menyalahgunakan wewenang, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, yang secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Berdasarkan UU No. 31 Tahun 1999, korupsi diartikan:
a. Pasal 2, ayat (1)
Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
b. Pasal 3
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling sedikit 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Kata dapat pada kalimat dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara mengandung pengertian bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formal. Seseorang sudah bisa terkena tindak pidana korupsi jika telah memenuhi unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan undang-undang, bukan dari timbulnya akibat (Penjelasan UU No. 31/1999).

Berdasarkan UU No. 31/1999, Pasal 2 dan 3, korupsi mengandung lima unsur: (1)melawan hukum atau bertentangan dengan hukum; (2)memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi (lembaga tertentu); (3)dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara; (4)menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi (lembaga tertentu); (5)menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, dan sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan.

Berdasarkan hukumannya, apabila dalam keadaan tertentu, seseorang yang melakukan korupsi dapat dihukum mati. UU No. 31/1999, Pasal 2, ayat 2 tertulis: Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. Yang dimaksud dengan keadaan tertentu dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang­-undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.

Akademisi

Sejumlah akademisi dari beberapa perguruan tinggi mengartikan korupsi. Mereka antara lain Syed Hussein Alatas, John Waterbury, dan Robert Klitgaard.

Syed Hussein Alatas dalam monograf berjudul The Sociology of Corruption: The Nature, Function, Causes, and Prevention of Corruption-- merujuk tulisan Sociological Aspects of Corruption in Sutheast Asia karya W.F. Wertheim (1965)--menjelaskan bahwa korupsi merupakan suatu upaya menempatan kepentingan-kepentingan publik di bawah tujuan-tujuan private (sendiri) dengan melanggar norma-norma tugas dan kesejahteraan, yang dibarengi dengan keserbarahasiaan, pengkhianatan, penipuan, dan pengabaian yang kejam atas setiap konsekuensi yang diderita oleh publik.

Dia menyimpulkan ada tiga hal pokok dalam tindak pidana korupsi :
Penyuapan adalah upaya seseorang memberikan sesuatu kepada pihak lain dengan maksud memengaruhi pihak yang diberi agar memberikan perhatian istimewa pada kepentingan-kepentingan si pemberi.
Pemerasan adalah upaya seseorang yang mempunyai jabatan publik untuk mendapatkan pemberian atau hadiah dari seseorang yang berhubungan dengan tugasnya. Bisa pula, seseorang yang mempunyai jabatan publik menggunakan dana publik yang mereka urus bagi kepentingan sendiri. Dengan kata lain, penggelapan yang akhirnya harus ditanggung atau dibayar oleh publik.
Nepotisme adalah seseorang yang mengangkat sanak-saudara, teman-teman atau rekan-rekan politiknya pada jabatan-jabatan publik, tanpa mempertimbangkan jasa mereka maupun konsekuensinya pada kesejahteraan publik.

John Waterbury, profesor politik pada Princeton University, membagi korupsi dalam tiga bentuk:

  • 1. Korupsi Epidemis. Ruang lingkupnya berhubungan langsung dengan beberapa kegiatan pemerintahan yang menyangkut kepentingan masyarakat. Wujudnya berupa jasa kesejahteraan masyarakat (pendidikan, perumahan rakyat, pertanian, listrik, dan lain-lain), perangkat perundang-undangan (perpajakan, kesejahteraan, keamanan, pengendalian harga, penegakan hukum), serta jasa (SIM, KTP, sertifikat tanah, surat perizinan, dan lain-lain); 



  • 2. Korupsi Terencana. Ruang lingkupnya berhubungan dengan tujuan-tujuan politis. Bentuk ini sengaja direncanakan bagi keperluan operasional pemerintahan yang memang seharusnya tidak dibiayai oleh anggaran; 



  • 3. Korupsi Pembangunan. Ruang lingkupnya berhubungan dengan peningkatan usaha rumah tangga, dimana fungsi pemerintah sebagai pengatur perekonomian memiliki peran penting dalam berhubungan dengan para pengusaha, usahawan, importir-eksportir, produsen, penyalur dan lain-lain.


Robert Klitgaard, profesor pada universitas Harvard-Amerika dan Karachi-India, menyatakan bahwa korupsi dipandang sebagai suatu tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi sebuah jabatan negara karena keuntungan status atau uang yang dilakukan demi kepentingan pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri), atau melanggar aturan-aturan pelaksanaan menyangkut tingkah laku pribadi.

1. Pengertian Korupsi
Setiap orang punya pengertian yang berbeda-beda tentang korupsi. Pengertian seseorang tentang korupsi tergantung pada latar belakang serta kepentingannya. Seorang dosen akan berbeda dengan jaksa dalam menerjemahkan korupsi. Demikian pula seorang petani dengan hakim atau organisasi nonpemerintah dengan para penguasa. Berikut pengertian korupsi berdasarkan bahasa, undang-undang, akademisi, masyarakat, organisasi nonpemerintah, serta agama Islam :







Masyarakat

Masyarakat juga mempunyai pemahaman tersendiri tentang korupsi. Pemahaman seseorang berbeda dengan orang lain, seperti yang diungkapkan tiga warga yang peduli terhadap upaya pemberantasan korupsi di Provinsi Lampung:


  • Ahmad Kosim, warga Kecamatan Sumber Jaya, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung, mengatakan korupsi adalah perbuatan yang merugikan orang lain untuk kepentingan dirinya, penyelewengkan uang negara untuk memperkaya diri sendiri, serta perbuatan pejabat yang menyalahgunakan jabatannya demi kepentingan pribadi atau kelompoknya. 
  • Azwari, warga Kecamatan Blambangan Umpu, Kabupaten Waykanan, Provinsi Lampung mengatakan bahwa korupsi adalah <...........> 
Baca selengkapnya >>.SUMBER









Previous
Next Post »